3.3.07

fajar -2

Pertanyaan kemarin tentang gerak dan perubahan, jar, aku bawa pada peringatan hari kemerdekaan bangsaku. Kuajukan ia pada lomba balap karung, gerak jalan, karnaval, panjat pinang, dan seabrek kegembiraan dan suka cita menyambut peringatan hari kemerdekaan ini. Ternyata kudapati bahwa gerak adalah kata kerja dari perubahan dan dalam perubahan-perubahan, akan kita temukan kemerdekaan. Itu juga kalo kita mau terus menerus membaca, jar. Iqra’, kata Tuhan dalam kitab sucinya. Iqra’ dalam setiap gerak dan perubahan.

Itulah makanya jar, aku yakin sekali kalau gerak dan perubahan adalah mutlak dalam kehidupan, atau bahkan ia juga abadi, dalam artian yang tentu saja berbeda dengan keabadian Tuhan. Mungkin itulah kenapa Tuhan membiarkan dan meniscayakan yang namanya perbedaan. Bahwa Ia menciptakan manusia bersuku dan berbangsa, menciptakan tinggi dan rendah, dan sebagainya, adalah karena Ia sebenarnya menyuruh kita untuk senantiasa bergerak dan berubah menuju kemerdekaan. Dari keterikatan menuju kebebasan sejati. Dari kegelapan menuju terang benderang. Dari lingsir wengi menuju bangbang wetan. Dari gelapnya malam menyambut merekahnya fajar. Seperti namamu ...

Tapi apakah itu merdeka namanya jar, kalo untuk bersekolah saja seseorang harus dipenjara oleh mahalnya biaya ?

Tapi apakah itu merdeka disebutnya jar, kalo untuk mendapat pengobatan saja, seorang pasien harus terbelenggu oleh mahalnya ongkos pengobatan ?

Tapi apakah itu merdeka rasanya jar, kalo untuk mengatakan kebenaran saja, seseorang mesti ditawan oleh rasa takut yang mencekam ?

Tapi apakah itu merdeka keadaannya jar, kalo untuk mendapatkan kekayaan, seseorang mesti menjual martabatnya sebagai manusia ? Baik itu dengan korupsi, mencuri, merampas hak orang lain, atau bahkan menjual kemiskinan orang lain ...

Terus terang ya jar, ini semua malah membuat aku ragu, apa benar kita sudah merdeka dalam artian yang sebenarnya ?? Lalu, kalo ternyata kita tidak -atau belum- merdeka ... lalu apa yang kita peringati kemarin ? Wah, lucu juga toh ... kalo ternyata kita memperingati sesuatu yang sebenarnya belum pernah kita dapatkan atau kita punya. Mungkin sekali-kali harus aku usulkan agar namanya saja diganti menjadi peringatan ulang tahun bangsa, tanpa embel-embel kemerdekaan. Lagian sih, kalau memang kita sudah punya itu yang namanya kemerdekaan ... bukankah sama artinya dengan kita berhenti bergerak ??

Lah, piye iki ? Dha’ramma kanak .... ?

Tapi maklumlah jar .... kita kan sedang dalam kegelapan. Tentu saja kita tidak bisa membedakan. Tentu saja kita kehilangan kemampuan untuk mengetahui. Wajar lah, kalo dalam kegelapan, kita tidak tahu apa itu kemerdekaan. Bagaimana mungkin kita bisa menemukan kemerdekaan, kalau yang namanya kemerdekaan saja kita tidak mengetahuinya. Bagaimana mungkin kita akan makan soto –bahkan merasakan enaknya-, kalau yang namanya soto saja kita tidak tahu.

Tidak ada komentar: