5.3.07

fajar -3

Eh jar, aku terlalu sinis ya ?? Ato malah pesimistis ? Wah ... bisa gawat urusannya kalo bener. Bisa-bisa ikut-ikutan partai mistis nih, yang mendasarkan analisa hanya berdasar berita di koran ato kata-kata penyiar di televisi dan radio. Lah, iya kan ?? Bukankah itu mistis namanya kalau mempercayai hal-hal yang belum tentu benar. Tembung jare, kata orang Jawa. Ca’na ka ca’na, kata orang Madura. Atau mungkin karena akunya saja yang pemalas, malas untuk sekedar cross-check , tabayyun. Kan emang lebih enak toh, duduk santai ngedengerin radio ato televisi, daripada susah payah mencari kebenaran. Kan emang lebih enak toh, ngopi dan ngerokok sambil baca tabloid daripada susah payah mengajak bicara itu yang namanya kebenaran.

Atau bisa jadi lebih parah dari itu semua. Aku ini bisa jadi seorang pengecut dan penakut. Jika aku harus tahu kenyataan yang sebenarnya –alih-alih berita di koran dan televisi-, jangan-jangan kenyataan dan kebenaran itu ternyata memojokkan aku. Lah ... bisa subversif namanya. Jadi, demi amannya, cukuplah berita di koran dan televisi itu. Bukankah itu juga sama halnya dengan cukupnya kurikulum di perguruan tinggi toh ? Ngapain susah-susah melakukan riset dan penelitian, kalo nanti hasilnya ternyata tidak sesuai –ato malah kontra produktif- dengan apa yang sedang dijalani sekarang. Lebih baik kan, mengalokasikan energi untuk biaya iklan demi masuknya mahasiswa baru daripada melakukan riset, tentang perlu apa tidaknya perguruan tinggi misalnya.

Jangkrik, jar !!. Rupanya mistisisme pendidikan ini juga ada dalam aliran darahku. Padahal sudah sedemikian mbulet aku berusaha menghindarinya. Atau mungkin mistisisme pendidikan ini adalah hak segala bangsa, dan oleh karena itu harus dipermaklumkan. Kau tahu kan, sepupu kita si Ros ?? Katanya kemarin dia lulus SPMB, nama dan nomornya ada di lembaran kertas buram koran. Baru saja dia lulus SMU dan memendam keinginan untuk kembali nyandu di universitas. Lepas dari mulut buaya, masuk ke mulut harimau. Bagaimana tidak ?? Besarnya biaya itu juga wajib membuatku pusing, mungkin karena kadar Hb dalam darahku menjadi turun dengan sangat drastis, dan tekanan darahku juga di bawah angka kemiskinan.

Salahku juga sih, ikut-ikutan orang banyak untuk yakin dan percaya bahwa sekolah itu meningkatkan kualitas kemanusiaan. Mungkin ada benarnya sih, sampai-sampai keyakinan dan kepercayaan kepada hal itu –sekali waktu- membuat seorang bapak menjadi maling. Membuat seorang anak bunuh diri. Membuat seorang gadis menjadi pelacur. Uedan tenan deh pokoknya.


Tidak ada komentar: