5.3.07

malam itu

sudah, kekasih ... aku sudah bersiap mengunjungi malam itu, malam dimana kesunyianku dan kehadiranmu menemukan titik temu dalam persilangan ruang dan waktu.


jenuh jiwaku, kekasih ... jiwaku terseret gelombang yang tak tentu arah, mengikuti arus samudera yang dibendung oleh sebuah madzhab bernama pemanasan global. jiwaku begitu lelah, dan terkulai lemah, terapung tanpa daya, hanya mampu mengaitkan diri pada batang kayu pembalakan liar yang dibawa banjir bandang. menghantam dinding rumah itu jiwaku ! berderak suara patahnya kolom rumah menjalin simfoni dengan patahnya tulang penghuninya.


jiwaku mabuk dalam aroma kloroform yang dihembuskan globalisasi, penyamarataan. dibutakan ia oleh wangi parfum demokrasi, dan dalam ketidaksadarannya, jiwaku pasrah diguncang gempa, menelusup ia ke dalam retakan-retakan bumi, mencari jalan bersama awan panas maupun aliran lumpur panas. jiwaku mencari, ya kekasih ... mencari jalan meski harus tanpa tangisan ia membanjiri sawah dan lereng gunung.


ketika jiwaku mengerang, kembali ia diseret menjadi deretan angka-angka. 0,1,5,7,2,6,3 .... oh, harus berapa digit ia mengikuti nafsu bejat biaya sekolah yang makin mahal. harus berapa digit ia merelakan dirinya menuruti nafsu biadab biaya kesehatan yang kian tak terjangkau. harus berapa digit ia menjerit berkompromi dengan harga-harga konsumerisme dan hedonis ??


jiwaku ditawan oleh keinginanku

jiwaku terbelenggu dalam anggapan dan asumsi

jiwaku dipasung di ujung tudingan dan opini publik

jiwaku dipenjarakan oleh tulisan di koran dan majalah, oleh liputan di televisi dan radio


sudah kekasih .... rasa rinduku padamu membawaku mengunjungi malam itu, malam dimana kesunyianku dan kehadiranmu mengajarkanku tentang betapa jelasnya kesunyian itu ternyata.


Tidak ada komentar: